KODE ETIK AKUNTAN PUBLIK
‘’Perlunya kode etik bagi
profesi’’
Kode etik yang
mengikat semua anggota profesi perlu ditetapkan bersama, tanpa kode etik maka
setiap individu dalam satu komunitas akan memiliki sikap atau tingkah laku yang
berbeda – beda yang dinilai baik menurut anggapannya sendiri dalam berinteraksi
dengan masyarakat atau organisasi lainnya. Tidak dapat dibayangkan betapa
kacaunya apabila, setiap orang dibiarkan dengan bebas menentukan mana yang baik
dan mana yang buruk menurut kepentingannya masing – masing, atau bila perlu
menipu dan berbohong dalam bisnis seperti menjual produk yang tidak memenuhi
standar tetap dijual dianggap sebagai hal yang wajar (karena setiap pebisnis
selalu menganggap bahwa setiap pebisnis juga melakukan hal yang sama). Atau hal
lain seperti setiap orang diberi kebebasan untuk berkendara di sebelah kiri
atau kanan sesuai keinginannya. Oleh karena itu nilai etika atau kode etik
diperlukan oleh masyarakat, organisasi, bahkan Negara agar semua berjalan
dengan tertib, lancar, teratur, dan terukur.
Kepercayaan
masyarakat dan pemerintah atas hasil kerja auditor ditentukan oleh keahlian,
indepedensi serta integritas moral/ kejujuran para auditor dalam menjalankan
pekerjaannya. Ketidak percayaan masyarakat terhadap satu atau beberapa auditor
dapat merendahkan martabat profesi auditor secara keseluruhan, sehingga dapat
merugikan auditor lainnya.
Oleh karena itu organisasi auditor
berkepentingan untuk mempunyai kode etik yang dibuat sebagai prinsip
moral atau aturan perilaku yang mengatur hubungan antara auditor dengan klien
dan masyarakat.
Kode etik atau aturan
perilaku dibuat untuk dipedomani dalam berperilaku atau melaksanakan penugasan
sehingga menumbuhkan kepercayaan dan memelihara citra organisasi di mata
masyarakat.
Di dalam KAP sendiri
memuat setidaknya ada tiga aturan yang memuat aturan atau standard – standart
dalam aturan auditing yaitu: prinsip etika, aturan etika dan interpretasi
aturan etika. Dan dalam kesempatan ini saya akan mendeskripsikan prinsip etika
yang meliputi delapan butir dalam pernyataan IAI, 1998, dalam Ludigdo,
2007 (dalam bahasa pemahaman sendiri).
A.
Kredibilitas
Kredibilitas adalah kualitas,
kapabilitas, atau kekuatan untuk menimbulkan kepercayaan. Aplikasi umum yang
sah dari istilah kredibilitas berkaitan dengan kesaksian dari seseorang atau
suatu lembaga selama konferensi. Kesaksian haruslah kompeten dan kredibel
apabila ingin diterima sebagai bukti dari sebuah isu yang diperdebatkan.
Kredibilitas dari saksi atau pihak tergantung kepada kemampuan hakim atau juri (di negara yang menggunakan sistem juri) untuk mempercayai dan menyakini apa yang ia katakan, dan terkait dengan akurasi dari kesaksiannya sendiri terhadap logika, kebenarannya, dan kejujuran. Kredibilitas pribadi tergantung pada kualitas dari seseorang yang akan mengarahkan juri untuk percaya atau tidak percaya kepada apa yang ia katakan.
Kredibilitas dari saksi atau pihak tergantung kepada kemampuan hakim atau juri (di negara yang menggunakan sistem juri) untuk mempercayai dan menyakini apa yang ia katakan, dan terkait dengan akurasi dari kesaksiannya sendiri terhadap logika, kebenarannya, dan kejujuran. Kredibilitas pribadi tergantung pada kualitas dari seseorang yang akan mengarahkan juri untuk percaya atau tidak percaya kepada apa yang ia katakan.
Contohnya, sebagai auditor, kita harus
bisa dipercaya dalam mengabil keputusan, dengan data yang benar – benar akurat,
dan mengerjakan pekerjaan sebaik mungkin.
B.
Profesionalisme
Profesionalisme (profesionalisme)
adalah sifat-sifat (kemampuan, keterampilan, cara pelaksanaan sesuatu dan
lain-lain) sebagaimana yang tepat terdapat pada atau dilakukan oleh seorang
profesional. Profesionalisme berasal
dari profesi yang berarti berhubungan dengan profesi dan memerlukan kepandaian
khusus untuk menjalankannya , (KBBI, 1994). Jadi, profesionalisme adalah
perilaku, keahlian atau kualitas dari seseorang yang profesional (Longman,
1987).
C.
Skeptisme
Skeptisisme
merupakan suatu bentuk aliran yang perlu untuk kenal dan diperhatikan secara
seksama, karena skeptisisme adalah satu-satunya aliran yang secara radikal dan
fundamental tidak mengakui adanya kepastian dan kebenaran itu, atau
sekurang-kurangya skeptisisme menyangsikan secara mendasar kemampuan pikiran
manusia untuk memperoleh kepastian dan kebenaran pengetahuan. Meragukan klaim
kebenaran atau menangguhkan persetujuan atau penolakan terhadapnya berarti
bersikap skeptis. Istilah skeptisisme berasal dari kata Yunani skeptomai yang
secara harfiah berarti ”saya pikirkan dengan saksama” atau saya lihat dengan
teliti”. Kemudian dari situ diturunkan arti yang biasa dihubungkan dengan kata
tersebut, yakni ”saya meragukan”. (Sudarminta, 2002 : 47). Secara etimologis,
skeptisisme berasal dari kata bahasa Yunani, skeptomai, artinya memperhatikan
dengan cermat, meneliti. Para skeptis pada awalnya adalah orang-orang yang mengamati
segala sesuatu dengan cermat serta mengadakan penelitian terhadapnya.
D. Konservatisme
Konservatisme merupakan paham politik yang ingin
mempertahankan tradisi dan stabilitas sosial, melestarikan pranata yang sudah
ada, menghendaki perkembangan setapak demi setapak, serta menentang perubahan
yang radikal. Definisi lain mengatakan, konservatisme adalah sebuah filsafat
politik yang mendukung nilai-nilai tradisional. Istilah ini berasal dari bahasa
Latin, conservāre, melestarikan; "menjaga, memelihara,
mengamalkan". Di lain sumber, konservatisme diartikan sebagai ideologi dan
filsafat yang menjunjung tinggi nilai-nilai tradisional. Samuel Francis
mendefinisikan konservatisme yang otentik sebagai “bertahannya dan penguatan
orang-orang tertentu dan ungkapan-ungkapan kebudayaannya yang dilembagakan”.
Dari beberapa pengertian, dapat disimpulkan bahwa konservatisme merupakan salah
satu ideologi politik, yang menghendaki tradisi atau budaya tetap dilestarikan,
terjaga, dan terpelihara.
0 comments:
Post a Comment